Rangkaian bencana banjir dan longsor yang terjadi di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, telah menarik perhatian serius dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH). Menyusul situasi darurat ini, Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) mengambil langkah tegas untuk menangani permasalahan yang mengancam keselamatan lingkungan hidup dan masyarakat di area tersebut.
Langkah Tindakan Hukum
Dalam upaya penegakan hukum, KLH/BPLH telah melakukan tindakan terhadap 21 pelaku usaha yang diduga berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan di kawasan tersebut. Salah satu langkah signifikan yang diambil adalah pencabutan delapan persetujuan lingkungan yang dinilai tidak memenuhi ketentuan yang ada. Kementerian juga telah mengirimkan surat resmi kepada Bupati Bogor dengan ultimatum untuk mencabut izin dalam waktu 30 hari kerja.
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurrofiq, mengungkapkan bahwa hasil pengawasan menunjukkan bahwa penyebab utama bencana di Puncak adalah kerusakan ekosistem hulu yang terjadi secara masif akibat alih fungsi lahan. “Lemahnya pengendalian tata ruang serta menjamurnya bangunan tanpa persetujuan lingkungan yang sah juga menjadi faktor penyumbang,” jelas Hanif dalam konferensi pers yang diadakan pada Senin, 28 Juli 2025.
Kerusakan Lingkungan yang Signifikan
Menteri Hanif menambahkan bahwa banyak bangunan di kawasan Puncak berdiri di atas lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Perkebunan Nusantara I Regional 2 (eks PTPN VIII). Meskipun kawasan ini telah memiliki Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH) sejak tahun 2011, pelanggaran terhadap regulasi lingkungan tetap terjadi.
“Jika pelanggaran yang dilakukan menimbulkan ancaman serius bagi lingkungan, sanksi paksaan pemerintah akan diberikan. Ini penting untuk menghentikan dampak yang lebih luas dan mencegah kerugian yang lebih besar,” tegas Hanif.
Evaluasi Terhadap Perusahaan
KLH/BPLH bersama Pemkab Bogor telah menyatakan bahwa delapan perusahaan terbukti memiliki persetujuan lingkungan yang secara substansial dan prosedural tumpang tindih dengan DELH milik PTPN I Regional 2. Dari delapan perusahaan tersebut, tiga di antaranya telah dikonfirmasi akan dicabut izinnya oleh Bupati Bogor. Sementara itu, lima perusahaan lainnya masih dalam proses evaluasi oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor.
Sebagai langkah preventif, KLH melalui surat tertanggal 24 April 2025 telah memberikan tenggat waktu 30 hari kerja bagi Bupati Bogor untuk menyelesaikan pencabutan seluruh persetujuan lingkungan yang tidak sesuai. Jika tindakan tersebut tidak dilaksanakan, KLH/BPLH akan mengambil alih proses pencabutan izin secara langsung.

Dampak Banjir dan Longsor
Bencana banjir dan longsor yang melanda kawasan Puncak bukan hanya mengancam lingkungan, tetapi juga mempengaruhi kehidupan masyarakat setempat. Banyak keluarga yang kehilangan tempat tinggal, dan infrastruktur yang rusak memerlukan perbaikan segera. Kejadian ini menjadi pengingat pentingnya perlindungan lingkungan dan penegakan hukum yang ketat terhadap pelanggaran yang dapat menyebabkan kerusakan besar.
Kesimpulan
Tindakan tegas yang diambil oleh Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup. Evaluasi mendalam terhadap izin dan aktivitas perusahaan di kawasan Puncak merupakan langkah yang diperlukan untuk mencegah terulangnya bencana serupa di masa depan. Dengan upaya kolaboratif antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat, diharapkan kawasan Puncak dapat kembali pulih dan menjadi contoh pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.
Krisis yang terjadi di Puncak juga menekankan pentingnya kesadaran akan dampak dari alih fungsi lahan dan perlunya regulasi yang ketat dalam pengembangan infrastruktur. Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama untuk menjaga lingkungan agar tetap aman dan lestari demi generasi yang akan datang.