Kasus peredaran beras oplosan yang menggunakan karung beras resmi dari Perum Bulog dengan merek SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) kembali mencuat ke permukaan. Modus terbaru dalam praktek pengoplosan beras ini ditemukan di Provinsi Riau, yang menambah kekhawatiran akan praktik ilegal yang merugikan konsumen dan merusak kepercayaan terhadap kualitas pangan yang didistribusikan oleh pemerintah. Direktur Utama Perum Bulog, Ahmad Rizal Ramdhani, memberikan penjelasan mengenai penemuan baru ini yang melibatkan pemalsuan karung beras SPHP bekas untuk mengelabui konsumen.
Mengungkap Modus Baru Pengoplosan Beras dengan Karung SPHP
Dalam sebuah pengungkapan yang dilakukan oleh Direktorat Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Riau pada tanggal 24 Juli 2025, ditemukan sebuah praktik ilegal yang dilakukan oleh seorang pelaku berinisial R (34) di Pekanbaru, Riau. Menurut Rizal Ramdhani, beras yang dioplos dan dijual dengan harga lebih tinggi menggunakan karung SPHP bekas bukan berasal dari gudang Bulog, melainkan beras kualitas rendah yang dibeli dari luar, dan hanya menggunakan karung bekas untuk mengelabui pembeli.
“Beras itu bukan beras SPHP yang dioplos. Temuan ini berasal dari Dirkrimsus Polda Riau pada tanggal 24 Juli yang lalu,” jelas Rizal dalam keterangannya kepada wartawan pada Senin (28/7/2025). Dalam penjelasannya, Rizal mengungkapkan bahwa pelaku menggunakan kantong kosong bekas beras SPHP yang dibeli secara terpisah dan kemudian mengisinya dengan beras kualitas rendah yang dibeli seharga Rp8.000 per kilogram di Kabupaten Pelalawan. Selain itu, pelaku juga mencampurkan beras reject, atau beras rusak, yang pecah-pecah ke dalam campuran tersebut.
Kemudian, beras oplosan ini dimasukkan ke dalam karung beras yang sebelumnya digunakan untuk kemasan SPHP dan dijahit kembali oleh pelaku. Setelah itu, beras tersebut dipasarkan di pasar dengan harga yang jauh lebih tinggi, yakni Rp13.000 per kilogram, yang tentu saja merugikan konsumen dan merusak pasar beras yang sudah diatur oleh pemerintah.
Upaya Bulog untuk Mencegah Penipuan dan Pengawasan yang Lebih Ketat
Sebagai langkah untuk mencegah terjadinya pengoplosan beras semacam ini, Rizal Ramdhani menegaskan bahwa Perum Bulog sudah memperketat pengawasan terhadap distribusi beras, terutama yang menggunakan merek SPHP. Salah satu langkah yang diambil oleh Bulog adalah dengan menurunkan tim Satuan Pengawasan Internal (SPI) ke seluruh daerah untuk melakukan kontrol yang lebih ketat terhadap distribusi beras dan memastikan bahwa beras yang sampai ke konsumen adalah produk yang sah dan sesuai dengan standar yang ditetapkan.
“Kami sedang turunkan tim SPI ke daerah-daerah untuk mengontrol ini. Kami juga berkoordinasi dengan Satgas Pangan, termasuk Babinsa dan Babinkamtibmas yang ada di wilayah, agar pengawasan semakin ketat,” ujar Rizal. Selain itu, Bulog juga menggandeng berbagai pihak, termasuk koperasi desa dan kelurahan yang memiliki peran strategis dalam pengawasan dan distribusi pangan di tingkat lokal.
Rizal juga menambahkan bahwa mereka sedang bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk menangani masalah ini dengan serius. “Kita sudah berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan juga aparat untuk menangani hal ini. Jangan sampai ada yang melakukan penjualan karung SPHP secara ilegal,” tegas Rizal.
Penindakan terhadap Pelaku dan Langkah Preventif
Selain memperketat pengawasan, Bulog juga telah mengambil langkah-langkah preventif untuk memastikan bahwa tidak ada lagi penjualan karung SPHP ilegal. Rizal mengatakan bahwa ia sudah memberikan perintah kepada Direktur Pengadaan untuk bertindak tegas terhadap individu atau pihak yang mencoba menjual karung bekas beras SPHP di pasar, yang bisa menyebabkan kebingungannya konsumen. “Contohnya di Tokopedia, ada yang jual karung SPHP itu. Itu bahaya. Makanya, saya perintahkan Direktur Pengadaan untuk bertindak hari ini juga,” ungkap Rizal.
Sebagai tambahan, Rizal menyebutkan bahwa Bulog akan menambahkan ciri khusus pada karung beras SPHP, seperti hologram atau ID khusus, untuk memastikan keaslian produk. Dengan adanya ciri khusus ini, konsumen bisa dengan mudah memverifikasi apakah beras yang dibeli memang asli dari Bulog atau bukan. “Kami akan menambahkan hologram atau ID khusus di dalam karung beras untuk memastikan konsumen bisa mengetahui bahwa ini adalah beras asli Bulog. Jika tidak ada tanda tersebut, berarti itu bukan beras Bulog,” jelas Rizal.
Peran Koperasi dan Instansi Pemerintah dalam Pengawasan Pangan
Rizal juga menekankan pentingnya melibatkan berbagai pihak dalam pengawasan distribusi beras, terutama koperasi yang ada di lingkungan pemerintah. Bulog berencana untuk melibatkan Koperasi Polri dan koperasi-koperasi yang ada di kementerian atau instansi pemerintah untuk lebih memperketat pengawasan terhadap distribusi beras. “Kalau di instansi pemerintah kan tidak mungkin ada yang ngoplos. Mereka lebih terkontrol. Tapi yang berbahaya itu adalah pasar-pasar yang tidak ada pengawasannya dengan ketat,” ujar Rizal.

Menurut Rizal, pasar tradisional lebih rentan terhadap penyalahgunaan, karena pengawasan yang tidak seketat di instansi pemerintah. Oleh karena itu, pengawasan yang lebih ketat perlu dilakukan untuk memastikan bahwa beras yang dijual kepada konsumen adalah beras yang sesuai dengan kualitas dan harga yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
Kasus Pengoplosan Beras di Riau
Kasus pengoplosan beras ini pertama kali terungkap saat Polda Riau mengungkap praktik pengoplosan yang dilakukan oleh seorang distributor berinisial R, yang beroperasi di Kecamatan Rejosari, Pekanbaru. Polisi menemukan barang bukti berupa beras oplosan yang dikemas menggunakan karung SPHP yang merupakan merek resmi Bulog. Pelaku diketahui membeli beras reject dari Kabupaten Pelalawan dan mencampurnya dengan beras medium yang kemudian dikemas dalam karung beras SPHP.
Dalam pengusutannya, polisi menemukan bahwa pelaku sebenarnya pernah menjadi mitra Bulog, namun kontraknya diputus karena menjual beras dengan harga di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Beras oplosan ini dijual dengan harga Rp13.000 per kilogram, sementara biaya modalnya berasal dari beras reject seharga Rp6.000 per kilogram dan beras medium yang harganya Rp11.000 per kilogram.
Kesimpulan
Kasus pengoplosan beras yang menggunakan karung SPHP bekas ini merupakan pelajaran penting tentang pentingnya pengawasan yang ketat dalam distribusi pangan di Indonesia. Bulog telah berkomitmen untuk memperketat pengawasan, bekerja sama dengan pihak kepolisian, dan melibatkan berbagai koperasi dan instansi pemerintah untuk mencegah terjadinya penipuan yang merugikan konsumen dan merusak pasar pangan yang sudah terstruktur. Dengan langkah-langkah preventif yang diambil, diharapkan kejadian serupa tidak terulang dan masyarakat dapat memperoleh pangan yang aman dan berkualitas.